Tuesday, April 5, 2011

KERLIP KECIL




M
alam kian kelam diselubungi awan hitam pekat tanpa pancaran sinar rembulan dan taburan cahaya bintang yang membentuk sungai kecil berbentuk gugusan indah. Iringan sepoi angin menimpa malam yang perlahan terus mengelam.

         Di selubung sunyinya malam, seorang gadis manis menengadahkan wajah sendunya ke atap bumi itu, rambut panjangnya yang lembut terurai indah oleh sepoinya hembusan angin malam, matanya berbinar menyilaukan cahaya yang begitu sendu, terlihat kerlip- kerlip cahaya itu mengalir di pipinya yang semakin sendu. Ia terus berusaha mengarahkan tatapannya ke seluruh sudut kelambu-kelambu malam, ia seolah berada dalam sebuah penantian. Menanti secerca harapan yang dapat memadamkan cahaya bening yang terus berkilauan di pipinya yang teduh.

            Penantian dan pencarian terus berlanjut hingga malam tak bersuara, hening, dan sepi. Anginpun semakin lembut hembusannya dan menembus dirinya yang mulai kalut.

       “Kumohon, hadirlah di hadapanku! Biarlah kutemukan bahagiaku di dirimu!”

           Gadis manis itu terus mencari dan mencari, rerumputan pun turut merasakan kegundahannya. Entah apa yang ia cari. Hingga dari wajahnya terpancar kelelahan yang sangat dan sepertinya kekecewaan pun mengerubunginya. Kerlip-kerlip cahaya di pipinya mulai memudar. Tersirat setitik keputusasaan di wajahnya yang mulai lebam. Ia menjatuhkan dirinya menindih rerumputan yang juga mulai lelah berayun. Telapak tangannya yang mungil menutup wajahnya.

           Di atas sana, di langit yang semakin kelam, ada sesuatu yang menyaksikan kegundahan itu. Ia menatap penuh haru tanpa dapat melakukan apapun. Ia begitu mengerti perasaan yang menggores diri gadis manis itu.

           “Bintang, kenapa kau terus bersembunyi di balikku? Apa kau tidak melihat di bawah sana seorang gadis menanti dan mengharapkan kehadiranmu? “ ia- si awan hitam- menasehati Bintang yang terus bersembunyi di balik dirinya yang hitam pekat.

           “Apa kau tidak lihat kalau malam ini bulan pun tidak menampakkan wujudnya? Bagaimana aku dapat muncul bila bulan tak ada? “

           Kini si awan hanya dapat memandang gadis manis yang masih terduduk terpaku menanti munculnya sang bintang. Sang bintang masih saja tak tersentuh sedikitpun dengan perkataan-perkataan si awan hitam, ia juga tidak bisa merasakan kegundahan hati gadis manis itu.

           “Lalu, apa kau akan terus bersembunyi di balikku? Apa kau tega mengecewakan penantian yang telah menghabiskan banyak waktu dan kepercayaannya padamu? “

           
          Sang bintang terdiam membisu. Sepertinya ia mulai bisa merasakan apa yang dirasakan gadis manis itu. Dari wajahnya terlihat keinginan yang sangat besar muncul di kelamnya malam, namun ia masih meragu dalam hati. Apakah ia bisa tanpa bulan?

          “Bukankah kau bersinar dengan sinarmu sendiri? Pikirkanlah! Dengan setitik sinarmu kau telah menerangi hati seorang gadis yang telah dipenuhi oleh kegelapan yang pekat.”

          Sedikit demi sedikit, si awan hitam telah berhasil melunakkan keraguan sang bintang. Ia terus menghujani sang bintang dengan dukungan-dukungan dan menghilangkan keraguan hatinya.

         “Apa kau yakin dia membutuhkan sinarku? “ tanya sang bintang tak yakin.

         “Adakah keindahan lain di malam hari selain keindahanmu? Adakah keindahan lain di malam hari yang dapat tersenyum selain kerlip kecil cahayamu? “

          Kemudian sang bintang tersenyum dan terpancar keyakinan dalam dirinya untuk mengembalikan senyuman gadis manis itu.

          “Kalau begitu apa lagi yang kau tunggu? “ kata si awan hitam meyakinkan.

          Sang bintang pun menuruti perkataan si awan hitam. Perlahan ia mulai muncul dari persembunyiannya di balik awan hitam. Lalu, setitik cahaya menghiasi redupnya malam. Angin malam pun menyambut kemunculannya, rerumputan yang sejenak lelah berayun kembali. Gadis manis itu terus menutup wajahnya, tak lama ia mengangkat kembali wajahnya. Seketika ia melihat percikan cahaya menerangi peraduannya dan memantul indah di rerumputan yang kembali berayun. Begitu ia menengadahkan wajahnya ke atas , rasa takjub dan bahagia terpancar dari wajahnya dan perlahan senyuman menghiasi wajahnya yang masih saja lebam.

         Di sana, di atas sana, setitik kerlip kecil menebar sinarnya, tersenyum dan telah memadamkan kerlip-kerlip cahaya yang sedari tadi memenuhi wajahnya bagai sungai yang tak berhenti mengalir dari mata air. Malam yang kelam, kini menerangi kelambu-kelambu malam dan tersenyum indah menanti datangnya fajar.

         “Terima kasih, Bintang! “

            Gadis manis itu berlari menuju kebahagian yang akan melahirkan kepedihan-kepedihan baru dan mengantarnya kembali menuju Kerlip Kecil.


Banda Aceh, 2009 ******

No comments:

Post a Comment